Pemerintah Tidak Transparan

SEMARANG (Suara Karya) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APT1) menilai bahwa pemerintah tidak transparan dalam mengelola dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT). Selain penyaluran dan pemanfaatan dana yang kurang tepat sasaran, kebijakan pemerintah juga cenderung merugikan ribuan petani tembakau di berbagai daerah.”Dana cukai yang semestinya dikembalikan untuk kesejahteraan petani tembakau itu malah dipakai untuk mematikan keberlangsungan hidup petani,” kata Ketua Asosiasi Pctani Tembakau Indonesia Wisnu Brata di Semarang, kemarin.Lebih jauh dia menjelaskan, pemerintah justru banyak memanfaatkan DBHCT untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan petani atau pertanian tembakau. Bahkan, pctani justru lebih banyak diarahkan untuk mengalihkan usaha dan menanam pohon lainnya. Kondisi ini jelas mengingkari kepentingan petani tembakau. Selama ini, pemerintah justru menggunakan DBHCT untuk pengadaan kendaraan dinas.

Dana yang semestinya dimanfaatkan guna meningkatkan sumberdaya manusia, teknologi, dan permodalan untuk usaha pertanian ini boleh dibilang tidak terlaksana. Tentunya ini melanggar aturan. Untuk itu, pemerintah harus mempertanggungjawabkan pengelolaan DBHCT yang tidak transparan ini kepada publik. Selama ini, publik tidak pernah memperoleh informasi utuh terkait penggunaan DBHCT.Di tempat terpisah, Manajer Riset Lembaga Katalog Indonesia Jamsari mengemukakan, pemerintah tidak menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pada Pasal 7 ayat 2 UU KIP ini dinyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.”Dalam pengelolaan DBHCT, publik tidak pernah mendapatkan informasi akurat dari pemerintah. Dalam UU KIP terdapat aturan bahwa informasi wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik, salah satunya mengenai laporan keuangan,” tuturnya. Pudy sptono
By. Pudyo Saptono

Print Friendly, PDF & Email
line