Anak Kecanduan Rokok Berontak di Komnas PA

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima seorang anak bernama IH (8) asal Sukabumi yang diketahui mengalami adiksi tembakau tingkat tinggi sejak umur 4 tahun.Anak tersebut akan mendapat rehabilitasi medis dan psikologis hingga kondisi pulih.Ia datang ke Komnas PA sekitar pukul 12.30 WIB didampingi oleh kedua orangtuanya Umar (40) dan Rena (35) serta Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Sukabumi, Dr. Adrialti Syamsul.Sebelum proses penyerahan IH untuk direhabilitasi, sang anak sempat dibawa ke ruangan khusus. Namun, ia langsung berontak sambil berteriak, “Mana rokoknya, mana rokoknya.”Peristiwa tersebut pun menarik perhatian para wartawan yang sebelumnya memang menunggu kedatangan bocah tersebut. Ulah bocah tersebut pun membuat sang orang tua dan para staf Komnas PA kewalahan.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait pun sempat mendapat tamparan di wajahnya karena perilaku agresif IH saat dibujuk untuk bersikap tenang.Akhirnya, Arist pun menugaskan stafnya untuk membawa sang anak untuk dibawa ke suatu tempat agar kondisinya tenang.Sebungkus rokok yang disembunyikan di dalam mobil pun berhasil didapat sang anak. Setelah berhasil menggenggam sebungkus rokoknya, perilakunya pun mulai tenang.Arist mengungkapkan, perilaku si bocah yang cenderung agresif tersebut merupakan akibat dari zat adiktif pada tembakau.
“Dia langsung berontak di luar dugaan kita. Sejak awal kita tidak mau memberikan rokok. Tadinya saya di dalam dan enggak mau diekspos. Tahunya dia keluar. Ini sudah bukan masuk ke dalam adiksi saja tapi sudah seperti sakaw,” ujarnya.Arist melanjutkan, IH akan mendapatkan rehabilitasi selama 1 bulan hingga perilaku adiktif dari tembakaunya pulih. Namun, bukan berarti selesai dalam waktu 1 bulan. Jika dirasa belum mencukupi, Komnas PA akan menambah waktu hingga 5 bulan kedepan hingga IH benar-benar tidak ketergantungan pada rokok.

“Ada 3 tahap. Pertama secara medis dicek segala fungsi organ dalamnya, terapi psikologis pun akan dilakukan, serta penyiapan kondisi orang tua dan lingkungan agar dia tidak balik lagi. Satu bulan itu terapi saja, bukan selesai terus pulang,” lanjutnya.Arist berpendapat, selain efek kecanduan zat yang ada di dalam tembakau, salah satu yang berkontribusi menyebabkan perilaku sang anak menjadi agresif adalah lingkungan, termasuk iklan rokok.”Ada lingkungan yang mempegaruhi, salah satunya juga masifnya iklan rokok, jadi dia itu korban iklan rokok. Saya sudah survey ke lingkungannya, orang tuanya merokok, lingkungannya juga,” lanjutnya.Menurut catatan Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, sang anak menderita gizi buruk dengan berat badan hanya 18 kg, ia juga pernah bersekolah selama 5 bulan namun dikeluarkan sekolah.Selain itu untuk memenuhi hasratnya merokok, IH kerap berhutang di warung. Ia pun pernah mencuri barang jika tak memiliki uang untuk membeli rokok.

 
Perawatan Bocah Perokok Terkendala Peralatan
By. Fabian Januarius Kuwado

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Dokter Adrialti Syamsul mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya semaksimal mungkin dalam menangani IH (8), seorang anak yang diketahui kecanduan zat yang ada di dalam tembakau.Namun, perawatan terhadap bocah putus sekolah tersebut terpaksa dihentikan karena keterbatasan peralatan medis serta sumber daya manusia dokter yang menangani.Hal tersebut diungkapkan dirinya saat mendampingi IH bersama orang tuanya untuk di rehabilitasi oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, Jl. TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur.”Sudah dilakukan berbagai tindakan, mulai dari pemeriksaan fisik di rumah sakit, tapi karena keterbatasan peralatan di daerah, kita tidak bisa melakukannya secara seksama,” ujarnya kepada wartawan, Senin (19/3/2012).

Adrialti melanjutkan, pihaknya yang menangani IH sejak dalam kandungan dan lahir 8 tahun lalu. Ia mengatakan pada awal persalinan segalanya berjalan dengan lancar, beratnya pun normal. Kondisi IH juga dipantau oleh sang bidan di puskesmas setempat.”Hasil pemeriksaan terakhir, tumbuh kembang anak ini agak terganggu, harusnya 26 kg, sekarang hanya 18 kg. Dari pemeriksaan, paru-parunya masih baik, jantungnya baik, hasil rontgen tidak ada gangguan dalam,” lanjutnya.Namun efek dari mengonsumsi rokok berakibat nafsu makan berkurang, hal tersebut pun berimbas kepada tingkat hemoglobin-nya yang rendah.”Kami di Sukabumi hanya ada dokter spesialis anak, tidak punya dokterr spesialis tumbuh kembang anak dan dokter psiklogis anak. Untung kita ketemu Komnas PA untuk merehabilitasi IH,” lanjutnya.

Untuk itu, pihaknya berencana akan mengajukan rekomendasi kepada dinas kesehatan provinsi untuk menambah sumber daya manusia dokter di wilayahnya, mengingat potensi perokok anak yang tinggi di daerah tersebut.”Kita sudah merekomendasikan untuk menempatkan dokter spesialis tumbuh kembang dan psikolog anak untuk mengantisipasi hal serupa di masa yang akan datang,” tegasnya.Sebelumnya, diberitakan seorang anak berinisial IH mengalami kecanduan merokok sejak usia 4 tahun. Bocah warga Jl. Salabintana, Rt 02 Rw 06, Desa Krawang, Kampung Krawang Girang, Sukabumi, Jawa Barat tersebut kemudian terekspose media masa hingga internasional karena perilakunya yang berbeda dari anak seusianya.Dengan bantuan dinas kesehatan setempat, bocah malang tersebut pun langsung dibawa ke Komnas PA untuk mendapatkan rehabilitasi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik secara medis, melakukan pendekatan psikologis serta mempersiapkan kondisi orang tua dan lingkungan agar jika IH kembali kerumahnya, ia tidak mengulangi perilakunya tersebut.

 

By. Fabian Januarius Kuwado

Print Friendly, PDF & Email
line