Selamatkan Anak dari Nikotin
Kita memang telah memiliki Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan yang mengatur, antara lain, larangan merokok. Tapi aturan yang kemudian menjadi dasar pembuatan peraturan daerah ini hanya seputar pengaturan atau pelarangan merokok di tempat umum, tempat kerja, dan sebagainya. Adapun peredaran rokok tidak diatur secara khusus, dan hanya dimasukkan dalam aturan mengenai pengamanan zat adiktif.Celakanya lagi, aturan tentang zat adiktif itu tidak mendetail. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif itu akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Tapi, hingga kini, pemerintah belum mengeluarkan peraturan mengenai masalah itu, hal yang termasuk menjadi alasan Komnas Perlindungan Anak untuk menggugat.Belum adanya peraturan itu membuat peredaran rokok semakin tak terkendali. Industri rokok juga leluasa menjaring para perokok pemula lewat iklan besar-besaran. Jangan heran bila industri rokok terus melaju kencang. Bahkan mereka menargetkan penjualan menjadi 260 miliar batang rokok per tahun pada 2015.
Perusahaan rokok menjerat anak muda dengan berbagai cara. Larangan promosi di televisi pada jam menonton anak-anak, misalnya, disiasati dengan memasang iklan besar-besaran di pinggir jalan. Perusahaan rokok juga gencar menjadi sponsor berbagai kegiatan yang pesertanya anak-anak, seperti olahraga dan konser musik. Sangat tak masuk akal pula, dalam banyak iklan rokok, perokok digambarkan sebagai sosok hebat dan pemberani. Sifat “pemberani” inilah yang ingin ditiru setiap anak hingga akhirnya mereka kecanduan rokok.Idealnya masalah itu diatur secara lengkap dalam undang-undang berikut sanksi pidananya. Jika perlu, kita meniru.Australia, yang menghapus sama sekali merek rokok dan diganti dengan peringatan bahaya merokok. Tapi, dengan undang-undang dan aturan yang ada pun, banyak sekali tanggung jawab yang dilalaikan oleh industri rokok ataupun pemerintah, sehingga ribuan anak-anak kita menjadi budak nikotin.
By. N/A