Anak Perokok Aktif Makin Banyak
Selain itu, menurut Arist, pemerintah masih berpihak terhadap pengusaha dan industri rokok. Hal itu terlihat pada draf akhir RPP Tembakau yang menyepakati bahwa persentase peringatan bergambar di bungkus rokok hanya sebesar 40 persen dengan masa berlaku 18 bulan.Padahal, menurut Arist, berdasarkan standar1 internasional, besarnya peringatan gambar mencapai 70 persen. Selain itu besaran iklan media luar ruang maksimal 72 meter persegi. Sementara Kemenkes mengusulkan hanya 16 meter persegi.”Ini membuktikan pemerintah masih menuruti kemauan produsen rokok. Iklan, promosi, dan sponsorrokok bisa mengakibatkan kelahiran perokok anak atau perokok pemula. Selama ini, anak tertarik melihat iklan rokok. Kalau gambarnya menyeramkan, anak juga takut mencoba rokok,” ucap Arist.
Ia juga mengkritisi pemberlakuan kawasan tanpa rokok (KTR) yang dinilai belum dilaksanakan secara total. KTR seharusnya tidak hanya diterapkan di ruang publik, tetapi juga diberlakukan di rumah. “Justru di rumah anak sering terpapar asap rokok. Akibatnya, mereka menjadi perokok pasif yang nanti berubah menjadi perokok aktif,” tuturnya.Arist menambahkan, saat ini tercatat ada sekitar 89 juta keluarga perokok di Indonesia. Jika satu keluarga memiliki satu anak, maka terdapat 89 juta perokok pasif anak di Indonesia. Karena itu, tidak mengheran-kan jika jumlah perokok anak makin meningkat. “Usia perokok pun kian muda. Sudah ada anak usia 11 bulan dan 14 bulan di Jawa Timur yang perokok aktif,” ujarnya.Untuk itu, Arist menegaskan, Komnas PA menuntut pemerintah membuat regulasi pelarangan total iklan dan promosi serta sponsor rokok. Hal itu untuk melindungi anak dari rokok dan mencegah munculnya perokok anak pasif dan aktif.
Ganti Nama
Lama tak terdengar RPP Tembakau ternyata kandas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sebuah nama baru yaitu RPP Perlindungan Kesehatan Rakyat dari Dampak Merokok akan kembali diajukan ke Baleg DPR.”Kami sedang merencanakan kembali untuk pengajuan dengan nama baruRPP Perlindungan Kesehatan Rakyat dari Dampak Merokok,” kata Ketua Kaukus Kesehatan Subagyo Partodi-hardjo usai acara deklarasi Koalisi Profesi Kesehatan(KPK)-Antirokok dari Gedung Stovia, Jalan Abdul Rahman Saleh, Jakarta, Kamis (31/5).Subagyo mengakui, sebelumnya RPP tersebut pernah gagal di Baleg DPR karenaditangguhkan. Alasannya, ada dampak sosial dan ekonomi yang terlalu besar.
“Kami tentu tidak setuju, kami melihat dampak kesehatannya jauh lebih dahsyat dan dampak kesehatan itu berpengaruh pada sosial dan ekonomi,” ujarnya.Subagyo menjelaskan substansi yang dibahas dalam RUU adalah mengatur bagaimana semua kegiatan yang terkait dengan rokok tidak mengganggu kesehatan bagi orang yang tidak merokok.”Dalam bahasa awam, kita tidak melarang orang merokok, Kita juga tidak melarang pabrik produksi rokok, tidak melarang petani menanam tambakau, tetapi mengatur bagaimana kegiatan itu tidak mengganggu kesehatan rakyat, terutama mereka yang tidak merokok,” ujarnya. (Yon Pujiyono/Tri Wahjrani)
By. Yon Pujiyono/Tri Wahjrani