Kecanduan Rokok pada Anak Dikategorikan “Siaga Satu”

“Jangan biarkan anak-anakdan orang tua menghadapisendiri peperangan ini,karena ini tanggungjawabpemerintah.”
JAKARTA-Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait prihatin dengan terus bertambahnya jumlah perokok anak-anak yang ia nilai sudah masuk kategori siaga satu. Terakhir, IL, 8 tahun, asal Sukabumi, direhabilitasi di rumah sakit karena kecanduan rokok hingga dua bungkus per hari.”Masalah kecanduan rokok pada anak di Indonesia sudah siaga satu, nyata dan perlu segera penanganan. Harus ada political will dari pemerintah untuk benar-benar melindungi anak-anak dari adiksi rokok,” ujarnya dalam siaran pers kemarin.Penelitian yang dilakukan Komnas Anak bersama Universitas Hamka pada 2007 menunjukkan 1,9 persen anak mulai merokok pada usia sangat dini, yaitu empat tahun atau tergolong balita. Adapun data Survei Sosial Ekonomi Nasional 1995,2001,2004, dan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan prevalensi perokok anak usia 10-14 tahun meningkat enam kali lipat dalam kurun 12 tahun. Pada 1995, hanya 0,3 persen anak atau sebanyak 71 ribu anak yang merokok. Sedangkan pada 2007, jumlah perokok anak meningkat pesat menjadi 426 ribu atau sekitar 2 persen dari jumlah keseluruhan anak Indonesia.

Kasus bocah IL ini serupa dengan kasus AL, anak Sumatera Selatan yang kecanduan berat rokok. Menurut Arist, fenomena ini seperti gunung es, yang hanya terlihat puncaknya sedikit tetapi sebenarnya bagian yang tak terlihat sangat besar. “Karena itu, kehadiran regulasi pengendalian tembakau di Indonesia sudah sangat mendesak tidak bisa ditawar-tawar lagi,” katanya.Komnas Anak mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Peraturan yang merupakan mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 itu perlu segera disahkan untuk melindungi hak kesehatan masyarakat. “Atau, generasi mendatang akan menanggung beban penyakit dan ekonomi akibat kecanduan rokok,” kata Arist.Anggota Komisi DC Dewan Perwakilan Rakyat, Nova Riyanti Yusuf, sepakat bahwa pemerintah perlu memperketat aturan tentang rokok, mengingat dampak buruknya bagi kesehatan. “Harus ada denda. Dan sanksi denda ini harus dilaksanakan agar jera,” ujarnya.

Nova mengaku kmi lebih khawatir karena “budaya” merokok sema-kin menular di kalangan anak-anak sehingga mereka kecanduan. Ia mengingatkan, konsumsi rokok bisa menjadi pintu masuk pemakaian zat adiktif yang lebih berat. “Ganja, rokok, alkohol, itu gateway untuk narkoba,” kata dokter psikiatn ini.Sementara itu, Ketua Bidang Penyuluhan dan Pendidikan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Fuad Baradja, mengatakan maraknya anak-anak yang merokok adalah dampak dari kurangnya informasi dari pemerintah kepadamasyarakat. Akibatnya masyarakat tak merasa takut akan ancaman kesehatan bagi perokok. “Kesalahan ada pada pemerintah yang kurang memberikan informasi bahaya merokok pada masyarakat,” katanya.
By. Rahma

Print Friendly, PDF & Email
line