Mahasiswa Kedokteran di Yogyakarta Banyak yang Merokok

Singapura, Sebagai tenaga kesehatan profesional, dokter diharapkan bisa membantu pasien yang ingin berhenti merokok. Namun harapan itu mungkin masih jauh dari kenyataan, sebab calon dokternya sendiri masih banyak yang semasa kuliah juga merokok.Sebuah penelitian tahun 2010 yang dilakukan di 3 fakultas kedokteran di Yogyakarta menunjukkan, rata-rata 25 persen calon dokter berstatus sebagai perokok aktif. Di salah satu kampus, jumlahnya bahkan mecapai 35 persen dan umumnya didominasi oleh laki-laki.Belum lagi jika dihitung dengan calon dokter yang hanya pernah coba-coba, sekedar mencicipi rokok sekali seumur hidup. Hampir 50 persen mahasiswa kedokteran di 3 kampus tersebut mengaku pernah sekali waktu dalam hidupnya mencoba menghisap rokok.Penelitian yang dilakukan di Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia dan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta ini melibatkan 2.192 mahasiswa. Publikasi hasil penelitian dalam bentuk poster ditampilkan dalam 15th World Conferece on Tobacco or Health di Suntec Convention Center, Singapura.

Meski belum tentu mewakili para calon dokter di kampus lain, setidaknya temuan ini sedikit banyak akan mengurangi kepercayaan pasien pada profesi dokter. Sementara banyak pasien butuh pertolongan dokter untuk berhenti merokok, calon-calon dokter ini malah memberi contoh buruk.”Menurut penelitian, profesional kesehatan yang berstatus sebagai perokok cenderung jarang menasehati pasiennya untuk berhenti merokok,” kata Prof Michael Eriksen dari World Lung Foundation dalam peluncuran buku The Tobacco Atlas 4th Edition di Suntec Convention Center, Rabu (21/3/2012).Bukan cuma mahasiswa kedokteran, dokter sungguhan dan juga tenaga medis yang lain seperti perawat sepertinya tidak pernah 100 persen bebas rokok. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain sebenarnya juga banyak ditemukan tenaga medis yang merokok.Di China misalnya, sebuah perusahaan farmasi sampai harus mendanai para dokter untuk mengikuti program berhenti merokok. Hasilnya memang cukup memuaskan, dalam 3 tahun kemudian para dokter di 60 rumah sakit bisa menurunkan kebiasaan merokoknya hingga 35 persen.

 

By. AN Uyung Pramudiarja

Print Friendly, PDF & Email
line