Limbah Tembakau Dijadikan Bahan Biopestisida

Limbah Tembakau Dijadikan Bahan Biopestisida

By. A-204

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi (Dispertan) Jawa Barat tengah menyosialisasikan pemanfaatan limbah tembakau sebagai bahan baku biopestisida. Ke depannya, petani diharapkan bisa mendapatkan nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan tersebut.Kepala Bidang Tanaman Hortikultura Dispertan Jabar, Mariani Pradjadinata, menjelaskan, sosialisasi itu dilakukan di lima kabupaten, masing-masing di Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Sumedang, Kab. Garut, dan Kab. Majalengka. “Kelima kabupaten itu memiliki sentra tembakau yang cukup besar. Hal itu juga membuat limbah tem-bakaunya banyak. Dalam hal ini, persediaan bahan baku untuk pestisida nabati itu nantinya akan terjamin,” tuturnya saat ditemui “PR”, Senin (15/10).Ia mengatakan, permasalahan utama pestisida sintetis selama ini adalah kandungan kimia yang dapat membahayakan kesehatan. Selain itu, residu pestisida sintetis yang melekat pada produk hortikultura relatif lama sehingga berdampak pula pada kesehatan yang mengonsumsi produk hortikultura.

Beberapa produk hortikultura yang telah diujicobakan dengan biopestisida tersebut beberapa di antara adalah tomat, mangga gedong gincu, cabai, dan buncis. “Gapoktan di lima kabupaten tersebut cukup banyak yang mengujicobakan biopestisida tersebut dan hasilnya sejauh ini cukup baik. Terutama dalam hal bau-bauan akibat semprotannya. Bau itu tidak bertahan lama, seperti halnya pestisida sintetis,” ujarnya.Dia menambahkan, dalam sosialisasi tersebut, pihaknya bekerja sama dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) di masing-masing kabupaten. Dari Dispertan Jabar diturunkan lima staf ahli pestisida sebagai pihak yang menyosialisasikan pestisida nabati berbahan baku limbah tembakau tersebut. Rencananya, sosialisasi biopestisida itu akan dilakukan hingga Desember.Di tempat berbeda, Staf Hortikultura Dispertan Jabar yang juga menangani sosialisasi biopestisida berbahan bakulimbah tembakau. Nurdiana, mengatakan, biopestisida ini diharapkan bisa mendukung agrobisnis hortikultura di Jabar jika dipraktikkan secara luas nanti.

 

Terutama dalam ekspor hortikultura. Pihak luar itu sangat ketat dalam pemeriksaan kualitas kesehatan produk hortikultura. Produk kita banyak ditolak karena alasan itu. Salah satu penyebabnya adalah residu dari pestisida sintetis yang melekat lama dalam buah-buahan atau sayur-sayuran,” ujarnya.Ia menargetkan, biopestisida berbahanbaku limbah tembakau itu bisa diaplikasikan di sepuluh kab./kota tahun depan, setelah tahapan sosialisasi usai tahun ini. “Targetnya, biopestisida itu nantinya diaplikasikan dengan menggunakan metode sekolah lapangan. Jadi, kami dan gapoktan akan bertemu sebanyak satu kali musim tanam, atau kira-kira empat belas kali pertemuan, untuk langsung mengaplikasikan biopestisida itu di lapangan,” tuturnya.Setelah tahap aplikasi di lapangan, dia mengatakan, selanjutnya petani diharapkan mampu memproduksi biopestisida berbahan baku limbah tembakau tersebut, dan memanfaatkannya untuk meningkatkan pendapatan petani.

Ia menambahkan, pihaknya tengah menguji biopestisida itu dj laboratorium. Pengujian ini terdiri dari beberapa tahap, yakni pengujian kadar pemanfaatan limbahnya, kandungan residunya, dan perbandingannya dengan residu pestisida sintetis. Tahun ini, pengujian baru tahap pemanfaatan limbah. Tahun depan, targetnya mulai menguji kandungan residu yang melekat di produk hortikultura. Setelahnya, baru dibandingkan dengan residu yang terkandung dalam pestisida sintetis,” ujarnya. -Nurdiana mengatakan, pemanfaatan biopestisida berbahan baku limbah tembakau ini merupakan aplikasi dari penelitian yang dilakukan Universitas Padjadjaran, dan Universitas Winaya-mukti. “Namun, penelitian yang dilakukan oleh kedua universitas itu baru pada tahap efektivitas aplikasi di lapangan, bukan kadar limbah serta residunya,” ujar dia. (A-204)***

Print Friendly, PDF & Email
line