Kampanye Antirokok Diklaim Bentuk Kolonialisme

Kampanye Antirokok Diklaim Bentuk Kolonialisme

By. Naomi Siagian/MG-2

 

JAKARTA – Kampanye antirokok semakin menguat dengan argumen akan berdampak bagi kesehatan. Namun, sebagian pihak mengklaim kampanye antirokok terjadi karena ada motif ekonomi.Waskito Giri Sasongko, penulis buku Muslihat Kapitalis Global, Rabu (7/11), menegaskan kampanye rokok sebagai sumber penyakit tidak berdasarkan fakta. Itu karena justru tembaku yang merupakan bahan baku rokok berperan sebagai senyawa obat.”Dengan penerapan bioteknologi, tembakau mempunyai peran signifikan dalam mengatasi berbagai penyakit. Tembakau bisa mengobati kanker, menguatkan antibodi, dan mengobati diabetes,” kata Waskito.Anggota DPR, Eva K Sundari memandang kampanye ini sebagai kolonialisme imajinasi atau kolonialisme yang tidak terlihat. “Ini kelanjutan kolonialisme yang dulu teritorial, masuk ke ekonomi,” tuturnya.

 

Lebih lanjut Waskito mengatakan, isu kesehatan yang gencar diusung oleh industri-industri farmasi dalam menyuarakan kampanye anti-rokok untuk memobilisasi ketakutan, alat argumen, dan retoris belaka. Kampanye antirokok dari industri-industrifarmasi dianggap memiliki motif ekonomi. Kampanye antirokok harusnya bukan memutus urat nadi mata pencarian petani tembakau, tetapi memutus dampak penyalahgunaan tembakau dalam rokok.Bahkan, kampanye anti-rokok di AS juga membuat pangsa pasar rokok negara itu mengalami penurunan konsumsi. Namun secara terselubung industri farmasi memasarkan produk terapi sulih nikotin (nicotine replacement therapy) yang permintaannya melonjak.Dikemukakan, kampanye antirokok akan membuat kondisi industri tembakau sama nasibnya dengan industri minyak kelapa. “Dulu Indonesia memiliki industri minyak kelapa yang merajai dunia. Lalu WHO menyatakan minyak kelapa mengandung lemak jenuh kadar tinggi yang berbahaya bagi kesehatan. Ditambah lagi pemerintah Indonesia abai dalam mengelola industri minyak kelapanya sehingga hancurlah industri tersebut.” ungkapnya.Selain itu. Framework Convention on Tobacco (FCTC), yakni konvensi yang mempra-syaratkan adanya modal besar dan teknologi tinggi untuk industri tembakau juga turut menjadi sandungan. (Naomi Siagian/MG-2)

Print Friendly, PDF & Email
line