Areal Merokok di Luar Gedung

JAKARTA – Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta tidak mengubah kebijakan soal Kawasan Dilarang Merokok pascakeputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan April lalu. Keputusan MK yang seolah mengabulkan Tim Pembela Kretek bukan berarti memperbolehkan tempat merokok di dalam gedung.”Keputusan MK mendukung perlindungan kesehatan sesuai amanat Undang-Undang Kesehatan, tidak bertentangan dengan kebijakan Pemprov DKI dan peraturan perundangan yang melandasinya. Karenanya Pemprov DKI tidak akan mengubah atau menyesuaikan Perda 2/2005 atau Pergub 88/2010.” kata Ridwan Panjaitan, Kepala Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) DKI Jakarta, dalam diskusi Kontroversi dan Konsekuensi Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta, Senin (14/5).Pemda DKI tetap melarang kegiatan merokok di dalam gedung. Menurut Peraturan Gubernur (Pergub) 88/2010. tempat khusus merokok di tempat umum dan tempat kerja adalah terpisah secara fisik di luar gedung dan tidak berdekatan dengan pintu keluar-masuk.

Dalam paparannya, Ridwan mengungkapkan kebijakan yang diambil Pemda DKI didasarkan berbagai kajian ilmiah, juga rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, survei publik mengungkapkan bahwa 90 persen masyarakat dan bahkan 80 persen perokok mendukung kawasan bebas rokok.Para perokok umumnya tidak suka terpapar asap rokok orang lain. “Survei tahun 2009 menunjukkan 67 persen perokok tidak mau terpapar asap rokok orang lain, sedangkan survei tahun 2011 meningkat menjadi 90 persen.” kata Ridwan.Pihak BPLH DKI Jakarta menargetkan Jakarta bebas asap rokok pada akhir 2013 dengan pengawasan di 50.000 tempat dan tingkat ketaatan 80 persen. Mereka yang melanggar akan dikenakan peringatan tertulis sebanyak tiga kali, penyebutan nama melalui media, penghentian sementara, hingga pencabutan izin. Masyarakat juga dipersilakan memberikan pengaduan baikmelalui SMS maupun situs wiww.pcdulijokarta.com.

Keputusan MK tentang penjelasan Pasal 115 Ayat (1) UU Kesehatan yang semula berbunyi, “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok”, menjadi, “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok.”Menurut hakim, kata “dapat” dalam penjelasan Pasal > 115 Ayat 1 Undang-Undang . Kesehatan Nomor 36. Tahun 2009. malah menciptakan ketidakpastian hukum. Hakim sepakat dengan pemohon, bahwa jika pemerintah memutuskan untuk tidak memberikan tempat khusus merokok, perokok akan kehilangan kesempatan untuk merokok, padahal hal itu tidak dilarang.Tubagus Haryo Karbiyanto, dari SAPTA Indonesia atau Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau di Indonesia, mengatakan keputusan MK menimbulkan be- â– ragam tafsiran, menimbulkan polemik, bahkan membingungkan pemerintah daerah yang selama ini mencanangkan kawasan bebas rokok.

Padahal, jelas, keputusan. MK tidak berisi rincian teknis. Petunjuk pelaksanaan ka-. wasan bebas rokok tetap mengacu pada hak warga untuk mendapatkan udara bersih, yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No 188/Menkes/PBfI/2011.”Yang terbaik, tidak perlu tempat khusus baik di dalam maupun di luar, namun kalau toh tempat umum dan tempat bekerja masih menyediakan tempat khusus mer-. okok. tempatkanlah tempat merokok itu di luar, jauh dari pintu keluar-masuk dan jauh dari lalu-lalang orang,” kata Tubagus.Kartono Muhammad,-anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau menegaskan, keputusan MK harus dilihat secara utuh sebagai perlindungan bagi orang-orang yang tidak merokok khususnya kontroversi keputusan MK. khususnya isu kawasan larangan merokok. “UU Kesehatan tidak akan memusuhi orang merokok, tapi melindungi mereka yang bukan perokok dari bahaya asap rokok.” katanya. (Natalia Santi)
By. Natalia Santi

Print Friendly, PDF & Email
line