Banyak Orang Tidak Tahu CSR

Di zaman ini, tanggung jawab sosial perusaha-an atau corpora-te social responsibility (CSR) harus dimaknai bukan lagi hanya sekadar tanggung jawab perusahaan yang bersifat sumbangan, namun harus ddakukan sebagai suatu kewajiban dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Dengan kata lain, penanam modal baik dalam maupun asing tidak dibenarkan hanya berpaku pada pencapaian keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan pihak lain. Bila masyarakat melihat sebuah perusahaan benar-benar melakukan CSR untuk menjadikan lingkungan lebih baik maka imbalannya adalah citra positif yang tertanam di benak masyarakat.Head of Research Perusahaan Kiroyan-Partners Adhi Satia mengatakan, CSR secara harafiah bisa diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Persepsi umum atas istilah ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni berkenaan dengan aktivitas kedermawanan perusahaan dan juga berkenaan kompensasi atas operasi perusahaan. Dua persepsi di atas memiliki akar sejarah yang panjang, khususnya di perusahaan yang berbasis pada eksploitasi sumber daya alam. Di mana, tambang emas, perak, tembaga, dan batu bara adalah perusahaan yang banyak memberikan pelajaran mengenai CSR.

Dalam hal ini. Kementerian BUMN mewajibkan badan usaha milik negara untuk menyisihkan laba bagi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sementara dalam konteks bisnis, di Indonesia terdapat Peraturan Pemerintah dari UU 40/2007 mengenai Perusahaan Terbatas (PT), khususnya Pasal 74, yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun, hingga kini masih diperdebatkan soal apakah CSR merupakan hal yang mandatory atau voluntary.Adhi Satia menuturkan, CSR merupakan kontribusi perusahaan kepada pembangunan berkelanjutan (sustainable develoment/SD). SD sendiri merupakan cara pandang bagaimana mengelola perubahan yang direncanakan agar dikelola secara arif. Adagium yang berlaku bukan lagi “bumi adalah warisan nenek moyang” melainkan “bumi yang kita tempati, kelola, eksplorasi dan eksploitasi saat i-ni adalah pinjaman dari generasi mendatang”. Karenanya jangan sampai generasi mendatang, anak cucu kita, kehilangan hak, akses dan limpahan sumber daya yang jauh lebih sedikit dari saat ini.Dari sudut pandang bisnis, konsep CSR merupakan bagian integral dari upaya sungguh-sungguh menyelenggarakan triple bottom line, yakni bahwa bisnis harus memiliki dampak positif yang seimbang bagi kesejahteraan ekonomi {profit), pelestarian lingkungan (planet) dan keadilan sosial (people). “Karena agenda ini membutuhkan keterlibatan multi stakeholder, maka biasanya pelaksanaan CSR selalu meminta partisipasi penuh secara seimbang antara perusahaan itu sendiri, pemerintah, dan masyarakat. Bahkan jika merujuk core subject tanggung jawab sosial dari ISO 26000, hal pertama dan utama yang harus terlebih dahulu diperhatikan adalah kinerja internal. Hal ini jelas menepis pandangan bahwa CSR adalah soal hubungan eksternal,” tukasnya.

Sukarela

Dari sini tampak jelas bahwa pada dasarnya CSR adalah sesuatu yang berdasarkan ke-sukarelaan atau voluntary. Sudah barang tentu hal yang vo-luntary hanya bisa dilakukan setelah yang utama dipenuhi dengan sempurna. Dengan kata lain, CSR dari sudut pandang legal merupakan sebuah inisiatif beyond compliance. Dari sini wacana terus berkembang. Tidak sedikit kalangan memasukkan CSR merupakan bagian terpenting dari business ethic.Sementara itu, Senior Associate A+ CSR Indonesia Fajar Kurniawan memaparkan, tak sedikit manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari pelaksanaan CSR yang baik dan benar. Antara lain, mendapatkan “izin sosial” untuk beroperasi yang seringkali untuk kasus Indonesia Iebih penting daripada izin legal dari pemerintah. Selain itu dapat menurunkan tingkat risiko operasional karena CSR yang baik seharusnya diprioritaskan untuk mengatasi berbagai risiko dalam rangka operasional perusahaan, termasuk risiko sosial.CSR bisa meningkatkan kinerja sosial perusahaan di mata publik, meningkatkan masa retensi dan kebanggaan karyawan perusahaan. Karyawan bangga bekerja di perusahaan yang peduli terhadap berbagai permasalahan yangada, baik sosial maupun lingkungan. Pada gilirannya CSR dapat menarik calon karyawan potensial karena saat inipertimbangan untuk memilih tempat kerja tidak semata-mata dari besaran gaji dan remunerasi yang diterima, tapijuga seberapa baik reputasi perusahaan di mata publik, termasuk reputasinya dalam program sosial

Bahkan, lanjut mantan manager community development di PT HM Sampoerna Tbk ini, perusahaan juga dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen, khususnya konsumen dari luar negeri yang sangat memperhatikan reputasi dan kinerja perusahaan di bidang sosial dan lingkungan sebelum menetapkan pilihan apakah akan membeli produk atau menggunakan jasa sebuah perusahaan atau tidak.”Dapat menarik investor untuk melakukan investasinya di perusahaan yang bersangkutan, karena saat ini semakin banyak socially responsible investor yang hanya akan menanamkan modalnya di perusahaan yang diyakini bertanggung jawab tidak hanya secara ekonomi, tapi juga secara sosial dan lingkungan,” tambah dia.Namun, sambung dia, meskipun saat ini ada ISO 260002010 Guidance on Social Responsibility, banyak pemerintah daerah yang ber-inisiatif untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP). Misalnya yang saat ini sedang berjalan di Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Lampung, serta beberapa Kabupaten seperti Kabupetan Tanah Bumbu (Kalsel) dan Kabupaten Solok (Sumbar).Banyak pihak khawatir peTda terkait CSR tersebut u-jung-ujungnya adalah mobilisasi dana CSR untuk dikelola Pemda tanpa memperhatikan kepentingan perusahaan apalagi memperhatikan substansi dari CSR.”Hal tersebut sangat mungkin terjadi, mengingat hampir sebagian besar orang tidak paham dengan substansi CSR sebagaimana definisi CSR arus ulama, yang menekankan bahwa CSR setidaknya mampu menjangkau tiga hal, yaitu minimalisasi dampak negatif, mengompensasi dampak negatif residual dan memaksimalkan dampak positif keberadaan perusahaan,” ujarnya.

o-2

Print Friendly, PDF & Email
line