Berjuta Kebohongan Industri Rokok

Industri rokok di Indonesia dipandang melakukan banyak kebohongan, manipulasi data dan fakta, serta gencar beriklan dengan dana seolah tiada batas. Sangat sulit melawan adiksi rokok untuk melindungi generasi muda.Indonesia adalah “surga” industri tembakau. Para produsen rokok dengan sangat bebas dan gencar berpormosi bahwa merokok itu keren dan penuh tantangan khas anak muda. Padahal, publik terutama remaja yang gampang terpengaruh dan terbawa arus sudah seharusnya dilindungi dari agresivitas pemasaran rokok. Anak-anak dan remaja harusnya tidak boleh dibombardir iklan dengan imej bahwa merokok itu keren. Agresivitas industri rokok dengan mudah kita saksikan di televisi hingga deretan billboard besar di jalan, panggung pentas musik, dan umbul-umbul yang meramaikan berbagai lapangan olahraga. Semuanya tampil serbagagah, berani, dan metereng, khas anak muda. Upaya membidik anak muda ini punya tujuan strategis, yakni menjaga keberlangsungan pasar hari ini dan esok. Taruh misal Phillip Morris, menggelontorkan USS 200 juta untuk pemasaran di Indonesia. Uang sebesar itu diinvestasikan untuk menyuburkan lahan perokok muda dengan menanam sponsor-sh/pd\ aneka kegiatan yang punya daya magnet bagi kawvj muda. Dengan memegang sederet kunci utama, industri rokok berderap maju merangsek jutaan pecandu baru. Soal strategi beriklan, sejauh ini memang belum ada peraturan komprehensif yang ketat membatasi strategi periklanan rokok. Jadi, industri tak bisa sepenuhnya disalahkan.

Tulisan para jurnalis senior ini menyorot kedigdayaan industri rokok di Indonesia. Industri melakukan pembohongan serta manipulasi data dan fakta industri rokok dengan kekuatan uangnya yang nyaris tak terbatas. Melalui jutaan dokumen industri tembakau internasional, terbuka celah bagi siapapun untuk mengintip sepak terjang perusahaan rokok dunia yang selama ini dirahasiakan. Siasat mereka menembus pasar, menekuk peraturan di satu negara, bahkan melobi kalangan istana. Mereka memiliki semacam panduan, buku putih, playbook, yang diterapkan para pengacara, lobbyist, top eksekutif, ilmuwan, juga pejabat pemerintah yang berteman dengan industri tembakau.

Menuju Senjakala Industri

Inisiatif perlunya kesepatan internasional tentang pengendalian tembakau muncul dari negara ketiga, yakni Indonesia, India, Thailand, dan Bangladesh, yang merisaukan makin luasnya kecanduan merokok. Sejak 2003, tidak kurang 168 negara telah menandatangani traklat Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC Di dalam negeri, traktat internasional itu dikhawatirkan bakal mengganggu keberlangsungan industri rokok. Sejauh pengamatannya, jaringan pengendalian tembakau paling sering di-salahpahami ketimbang gerakan lainnya. Berbagai isu dipelintir, sehingga tak lagi jelas duduk perkaranya. Umpamanya, bertiup isu bahwa jika regulasi diterapkan maka industri rokok ambruk besok pagi atau jaringan ini bertujuan membunuh mata pencarian buruh dan petani tembakau.Pendapat bahwa industri bakal ambruk kalau regulasi diterapkan, sebagai bentuk kekhawatiran yang berlebihan. Rokok merupakan produk nonelastis yang tingkat penjualannya hampir tak terpengaruh harga dan regulasi. Mereka yang sudah mencandu tidak akan begitu saja berhenti merokok hanya karena harganya tinggi. Namun, langkah kecil harus dimulai. Kalau tidak dimulai, anak-anak dan remaja akan lebih banyak menjadi korban kecanduan nikotin.

Kendati tak akan terjadi esok hari, harus diakui bahwa sen-jakala industri rokok adalah sebuah keniscayaan, yakni menjadi bagian dari kehendak alam. Keinginan publik untuk lebih sehat dan berkualitas mestinya tercermin dalam kebijakan pemerintah, sehingga populasi perokok diturunkan perlahan. Negara-negara maju cukup serius memilih jalan itu, demi kesehatan warganya. Tak heran bila laporan analisis para ekonom Citigroup pada Juli 2011, menunjukkan senjakala industri rokok di negara maju bakal terwujud dalam rentang 30-50 tahun lagi.Suatu ketika, senjakala itu juga akan menghampiri Indonesia. Sayangnya, pemerintah belum 100% berpihak pada kepentingan publik. Buktinya, sejumlah aturan pengendalian tembakau sampai saat ini masih terganjal berbagai sebab. Berhubung mendapat tentangan keras, hakim dan kawan-kawan lantas mengajukan RUU Pengendali-kan Dampak Tembakau bagi kesehatan. Pembatasan iklan secara total, langsung, dan tidak langsung termasuk dalam usulan yang diajukan dalam RUU tersebut Sejak diajukan 2005, rancangan belum dibahas resmi. Hingga, RUU tersebut kini beralih ke RPP tentang Pengendalian Dampak Tembakau.

Ketimbang menyehatkan publik, pemerintah masih mengutamakan pemasukan cukai. Melihat tren di lapangan dan keengganan pemerintah menerapkan regulasi, sunset itu mungkin akan datang satu atau dua abad lagi. Yang jelas, senjakala itu tak akan terjadi tiba-tiba seperti kekhawatiran hiperbolik yang selalu disuarakan industri.Widyastuti Soerojo, salah satu pionerjaringan pengendalian tembakau (FCTC) di Indonesia, merasakan efek strategi memecah belah yang dilancarkan industri. Di berbagai negara, publik berhadapan langsung dengan industri dalam soal pengendalian rokok. Negara sebagai penengah, baik dalam bentuk pengadilan dan upaya legislasi di berbagai level. Di Indonesa, industri bersembunyi tangan. Mereka tidak terlihat tetapi menggerakkan berbagai kelompok masyarakat untuk saling berhadapan. Industri menggunakan nasib petani tembakau dan buruh sebagai tameng utama, tak peduli kualitas hidup mereka amat memprihatinkan. Sementara, negara diam dan membiarkan kelompok-kelompok masyarakat terpecah.Lantas, siapa yang mestinya mengerem laju industri rokok? Negara harus menjaga kualitas generasi muda sebagai aset masa depan. Kalau industri rokok meredup dan kesehatan publik membaik, produktivitas bangsa akan melaju. Skala prioritas pemerintah dan legislator pengambil kebijakan publik masih dipertanyakan. Sebegitu besarkan pengaruh industri rokok pada eti te pemerintahan? Kalau negara sudah tidak lagi memperhatikan kualitas generasi penerus, lantas apa lagi yang bisa diharapkan? } Penacnsi adalah wartawan Investor Daily.
By. Rima Mayasari

Print Friendly, PDF & Email
line