DPR Diminta Segera Selesaikan RUU Tembakau

Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) diminta segera menyelesaikan perumusan Rancangan Undang-Undang Pengendalian Produk Tembakau (RUU PT) agar dapat dimasukkan dalam pembahasan sebelum tahun sidang DPR RI 2010-2011 berakhir.Terjadinya perdebatan antara masyarakat industri tembakau dengan masyarakat pemerhati kesehatan, telah menyebabkan proses penyusunan regulasi tembakau menjadi polemik yang berlarut.”Oleh karena itu, DPR RI perlu segera menyelesaikan payung hukum yang mempertimbangkan aspek kesehatan, perlindungan anak, dan pada saat yang bersamaan juga mempertimbangkan keunikan, skala sosial ekonomi, dan kontribusi industri tembakau di Indonesia yang mencakup jutaan tenaga kerja serta salah satu sumber penerimaan negara,” kata Ketua Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Mnli.iiinii Moefhe, Senin (27/6).AMTI, menurut Moeftie, te-lah menyerahkan usulan RUU berikut kajian akademiknya yang telah direvisi kepada Ba- leg DPR RI pada 14 Juni 2011 yang lalu. Naskah itu juga sudah berdasarkan masukan dari konsultasi publik yang dilakukan AMTI di beberapa kota di Indonesia.

Pengkajian dan penyusunan RUU beserta naskah akademik yang diserahkan itu, sekaligus juga pelaksanaan kegiatan konsultasi publik yang dilaksanakan lembaga pendidikan independen, yaitu Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Moeftie menegaskan, hal ini merupakan bentuk partisipasi aktif dan dukungan nyata pihaknya, agar segera tercipta payung regulasi bersifat adil dan berimbang, dengan mempertimbangkan seluruh aspek penting industri tembakau nasional, yaitu aspek kesehatan, tenaga kerja, dan penerimaan negara.Sedangkan Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, San Afri Awang menjelaskan, agar mendapatkan keberimbangan dalam naskah RUUPPT ini, pihaknya juga telah melakukan konsultasi publik, yaitu di Yogyakarta, Jakarta, Surabaya dan Mataram. Menyikapi masukan yang telah diterima, pihaknya telah merevisi beberapa bagian draf RUU PPT dan naskah akademiknya.

“Pengendalian produk tembakau di Indonesia menjadi semakin sulit dan dilematis karena melibatkan berbagai kepentingan dan pihak-pihak yang memiliki argumentasi sama penting dan sama banyaknya. Di satu sisi terdapat pihak yang menginginkan pengendalian yang eksesif (berlebihan) terhadap industri tembakau karena dianggap membahayakan kesehatan. Di sisi lain ada pihak yang menolak pengendalian dengan argumentasi keberadaan industri tembakau merupakan gantungan hidup dari jutaan petani, industri, bahkan perekonomian nasional,” kata San AniSan Afri menambahkan, adanya kedua kepentingan itu bukan untuk saling dipertentangkan, melainkan justru menggarisbawahi pentingnya Indonesia memiliki Undang-Undang Pengendalian Produk Tembakau yang tidak diskrimi-natif. Dengan undang-undang yang tidak diskriminatif itu akan bisa memenuhi memenuhi rasa keadilan dalam me-nvikapi dua kepentingan, yaitu kesehatan dan kelangsungan industri tembakau. “Sangat penting bagi pemerintah RI dan DPR RI mengakomodasi kedua kepentingan secara adil dan berimbang karena kedua kelompok itu memiliki hak dankedudukan yang sama di mata hukum,” katanya.Menurut San, pihaknya melakukan kajian secara independen dengan memperhatikan berbagai aspek. Seperti aspek ekonomi, pendapatan negara, sosial-politik-budaya, kesehatan, anak-anak, konsumen, tenaga kerja, keadilan dan keberlanjutan petani, serta industri rokok. (A-75)***
By. A-75

Print Friendly, PDF & Email
line