Mendorong Industri Tembakau Non-Rokok

Mendorong Industri Tembakau Non-Rokok

By. Sucipto

Pro-kontra industri rokok terus berlanjut seiring dualisme sikap pemerintah. Penyelenggaraan World Tobacco Asia di Jakarta, 19-21 September 2012, menuai protes. Dukungan pengendalian dampak produk tembakau terhadap kesehatan menguat seiring adanya fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2009 dan Muhammadiyah 2010. Ini mengancam industri rokok dan petani tembakau. Industri rokok dianggap menyumbang pendapatan negara, pemerintah daerah, dan petani. Di sisi lain, dampak rokok bagi kesehatan sangat besar. Adakah altematif manfaat tembakau untuk industri non-rokok?Ketatnya aturan negara maju membatasi industri rokok dan meningkatnya kesadaran masyarakat mendorong industri rokok global mengalihkan pasar ke negara berkembang Di Indonesia, aturan iklan rokok yang longgar membidik pasar anak-anak, generasi muda, dan wanita. Dengan mensponsori olahraga, lomba karya ilmiah, dan iklan lain, industri rokok dicitrakan peduli pada orang lain. Jumlah perokok aktif meningkat pesat. Berdasarkan data Global Adults Tobacco Survey, perokok aktif di Indonesia 67 persen laki-laki, tertinggi di dunia. Ini meningkat dibanding angka hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional sebelumnya.

 

Prevalensi perokok aktif di Indonesia lebih tinggi dibanding di India, Filipina, Vietnam, serta Polandia. Masyarakat terpapar asap rokok 85,4 persen di tempat umum, yaitu restoran; sedangkan 78,4 persen di rumah, dan 51,3 persen di tempat kerja. Padahal laporan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) 2008 menunjukkan, bila tak dikendalikan, rokok akan membunuh 10 juta orang sampai 2020. Ada 80 persen korban dari negara berkembang, terutama warga miskin, termasuk Indonesia.Namun pemerintah Indonesia enggan meratifikasi Protokol Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC). Pada 2007, Departemen Keuangan,Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Pertanian, serta Asosiasi Produsen Rokok sepakat meningkatkan produksi rokok, Disusunlah road map industri hasil tembakau dan kebijakan cukai tahun 2007-2020. Produksi 240 miliar batang pada 2007-2010 ditingkatkan sampai 260 miliar batang pada 2015-2020. Pada rentang tahun yang sama, dikembangkan tiga tahap fokus, yaitu pendapatan, tenaga kerja, dan baru kesehatan. Bukankah hal ini kontraproduktif dengan upaya memajukan kesehatan?

Industri rokok tampak membelenggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan APBN dari cukai Rp 33,3 triliun pada 2005 meningkat menjadi Rp 51,3 triliun pada 2008, dan Rp 83,3 triliun dalam APBN-P 2012. Bahkan dalamRAPBN 2013 ditargetkan Rp 89 triliun. Pemerintah daerah sentra industri rokok juga turut menikmatinya. Meski angka di atas tampak besar, kerugian kesehatan akibat rokok pada 2005 diperkirakan mencapai Rp 88,06 triliun. Argumentasi pengembangan industri rokok secara ekonomi menjadi lemah. Angka makro pemasukan dari cukai dikurangi beban kesehatan bernilai negatif.Menurut Badan Pusat Statistik (2005), kesejahteraan 2,2 juta petani tembakau sangat rendah. Jam kerja buruh tembakau 7-8 jam sehari dengan rerata upah hanya 47 persen upah buruh nasional. Hal ini lebih rendah dari buruh di perkebunan cokelat, tebu, teh, kopi, dan padi. Petani tembakau berada dalam posisi lemah karena harga tembakau ditentukan oleh pabrik rokok. Padahal industri rokok berkembang dan mendapat laba yang berlipat. Majalah Forbes menyebutkan, pengusaha terkaya nomor satu dan dua di Indonesia pada 2011 adalah pemilik PT Djarum (omzet Rp 127,4 triliun) dan PT Gudang Garam (Rp 91 triliun). Karena itu, moratorium ekspansi industri rokok perlu dilakukan. Luas lahan tanam tembakau perlu dikendalikan dengan pendekatan persuasif. Selanjutnya, industri altematif tembakau non-rokok perlu dikembangkan.

Potensi tembakau

Mengarahkan tembakau pada industri non-rokok tidak mudah. Beberapa riset telah berkembang. Di bidang pertanian, nikotin tembakau dijadikan pestisida nabati yang murah, efektif, dan ramah lingkungan. Penggunaannya perlu dikendalikan agar tak menjadi residu hasil pertanian. Badan pengawas makanan Swedia merekomendasikan kadar nikotin padaKerja sama peneliti, pemerintah, dan pengusaha penting untuk mengubah citra tembakau dari pembawa petaka menjadi bermanfaat bagi manusia dan alam.hasil pertanian. Nikotin berkadar rendah tak berbahaya karena juga terdapat pada terung, kentang, dan tomat.Nikotin bersifat toksik bagi serangga dan golongan tikus. Dosis nikotin dan nikotin sulfat sekitar 50 miligram per kilogram berat badan tikus sudah mematikan. Secara sederhana, nikotin diproduksi dengan melarutkan daun tembakau tua dalam air, memeras, dan mengambil sannya. Dalam skala kecil, di Kediri, Jawa Timur, dikembangkan “pupuk organik plus” berbasis limbah tembakau. Sayang, inovasi ini belum banyak diminati. Padahal negara maju telah menjual sintetis tembakau bernama imidacloprid sejak 1992 dan menembus pasar Eropa serta Amerika.

Di bidang peternakan, peneliti Universitas Hasanuddin menggunakan tembakau dan biji pinang sebagai obat cacing kambing dan domba. Dengan dosis tepat, nikotin mampu memblokir saraf dan mematikan cacing.Di bidang farmasi, dengan biologi molekuler, tembakau dijadikan unsur perantara penghasil protein growth colony stimulating factor (GCST). Protein ini memicu produksi sel darah merah dan darah putih. Jenis protein ini misalnya human serumalbumin (HSA) sebagai cairan pengganti volume darah. Kebutuhan HSA diperkirakan 550 ton per tahun. Dengan rekayasa genetis pada tembakau, diharapkan dapat dipanen protein dari tembakau. Ini dikembangkan oleh peneliti LIPI Bioteknologi bekerja sama dengan Franhoufer Institut, Jerman.Hasil penelitian di jurnal BMC Biotechnology, Maret 2009, menunjukkan, jika kode genetik (DNA) dimasukkan, tembakau mampu memproduksi cyto-kine aktif yang cukup tinggi. Cytokine ini diekstraksi dan dimurnikan untuk membangkitkan kekebalan tubuh tikus percobaan. Dalam dosis kecil, ia membantu mencegah kencing manis atau diabetes melitus tipe 1.

Tembakau menghasilkan protein penghambat human immunodeficiency virus (HTV) penyebab AIDS. Tanaman transgenik mampu memproduksi protein bagi kesehatan dan menawarkan kemungkinan produksi skala besar berbiaya rendah.Riset di atas menunjukkan tembakau berpotensi dimanfaatkan menjadi produk non-rokok bernilai komersial di masa depan. Jika riset ini berhasil, dibutuhkan area tembakau untuk menjamin pasokan. Inilah harapan petani. Meredupnya industri rokok tak mematikan peluang bisnis tembakau. Semestinya pemerintah dan DPR mendukung pengendalian bahaya rokok, bukan membiarkan rokok menggerogoti kesehatan masyarakat. Riset tembakau yang mengabdi pada industri rokok perlu diarahkan menuju produk turunan tembakau yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, ternak, dan ramah lingkungan. Kesejahteraan petani mutlak diperhatikan dalam mengembangkan produk tersebut. Kerja sama peneliti, pemerintah, dan pengusaha penting untuk mengubah citra tembakau dari pembawa petaka menjadi bermanfaat bagi manusia dan alam. Bukan sekadar demo pro atau kontra industri rokok.

Print Friendly, PDF & Email
line