Minim Pengawasan, Pelanggaran Tinggi

07/06/2011 18:03:47

 

Minim Pengawasan, Pelanggaran Tinggi
JAKARTA, KOMPAS – Merokok di kawasan dilarang merokok masih sering ditemukan. Penyebabnya, pengawasan yang belum maksimal.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menuturkan, mayoritas hotel, restoran, dan tempat kena swasta masih melanggar Peraturan Gu-bemur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM). Temuan itu hasil survei 70 hotel, 70 restoran, dan 70 tempat kerja swasta di DKJ Jakarta. “Alasan terbesar pelanggaran karena tak ada pengawasan dalam implementasi Per-gub KDM,” ujarnya saat memaparkan hasil survei. Jumat (1/7).Survei dengan observasi dan wawancara 420 orang itu menunjukkan bahwa mayoritas responden mengetahui dan men-dukung keberadaan KDM. Mayoritas hotel, restoran, dan tempat kerja swasta juga telah memasang tanda KDM.Namun, tanda tersebut masih kerap diabaikan sehingga masih ada aktivitas merokok di kawasan itu. Selain itu, mayoritas responden dengan ruang merokok masih menyatukannya dengan gedung utama. “Kalau ada ruang merokok, lokasinya harus terpisah dari gedung utama,” ujarnyaMenurut Tulus, pelaksanaan KDM membutuhkan dukungan sistem pengawasan yang jelas. Di sejumlah negara, orang yang merokok di tempat umum langsung didenda sehingga efektif.

Baru diperingatkan

Kepala Bidang Penegakan Hukum, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Ridwan Panjaitan, menu-turkan, pihaknya mencatat ada lebih dari 200 gedung yang belum menerapkan KDM. Pengelola gedung itu telah diperingatkan. “Baru surat, belum sampai ke penegakan hukum. Kami berprinsip pengelola gedung adalah mitra melaksanakan program,” ujarnya.Pengelola gedung yang tak melaksanakan KDM bisa mendapat sanksi penghentian aktivitas di gedung untuk sementara, pengumuman nama gedung di media massa, hingga ke pencabutan izin usaha.Widyastuti Soerojo dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, mengatakan, kunci pelaksanaan KDM ada pada penanggung jawab kawasan. Oleh karena itu, intervensi pengawasan tak bisa dilakukan orang per orang. “Harus diciptakan sistem melibatkan semua pihak,” ujarnya. (ARA)

 

By. ARA
Print Friendly, PDF & Email
line