Pemerintah Sandera RPP Tembakau

Pemerintah Sandera RPP Tembakau

By. D-131

Ironis, Menko Polhukam Ikut Tanda Tangan

[JAKARTA] Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau menilai belum disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Bahari Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan adalah sebuah taktik penundaan (delay tactics) dari pemerintah untuk melindungi kepentingan industri. Aturan baru yang kerap disebut RPP Tembakau ini seolah disandera oleh pemerintah sendiri.Padahal RPP ini telah memenuhi seluruh persyaratan untuk pembuatan sebuah aturan, bahkan dengan persyaratan tambahan. Lebih ironis lagi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) juga perlu membubuhkan tanda tangan akhir di sebuah RPP yang melindungi kesehatan masyarakat. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah RPP ini akan berpotensi mengancam keamanan bangsa.

 “Seharusnya tidak ada alasan untuk penundaan. Rumor bahwa Presiden telah tanda tangan tidak ada wujudnya, bahkan tidak ada tanda-tanda bahwa Kementerian Keuangan telah setuju dan dua menteri tanda tangan. Yang jadi pertanyaan, siapa yang paling berkuasa untuk menahan RPP ini,” ujar Widyastuti Soerojo, Kelua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, di Jakarta, Jumat (28/12).Widyastuti mengatakan, jika alasan penundaan karena RPP ini dianggap merugikan kepentingan dalam negeri, seperti mematikan industri rokok kretek dan membela rokok pulih, itu hanya mengada-ada. Parahnya, tuduhan itu di-telan mentah-mentah oleh para pengambil kebijakan.

 Dia kembali menegaskan, isi RPP ini hanya ada dua kebijakan pokok yang mumi domain kesehatan. Pertama, memberi informasi kesehatan tentang bahaya rokok yang lebih efektif, yang merupakan hak masyarakat maupun kewajiban pemerintah, dengan mengubah peringatan bentuk tulisan yang sudah ada dengan gambar yang lebih jelas (Pasal 114 UU Kesehatan 36/2012). Kedua, melindungi masyarakat bukan perokok (perokok pasif) dari asap rokok orang lain melalui kawasan tanpa rokok (Pasal 115 UU Kesehatan).Adapun ilustrasi dari pasal perifer RPP ini. kata Widyastuti. merupakan konsekuensi dari karakteristik alamiah bahwa tembakau/rokok adalah zat adiktif. Lagi pula, pasal-pasal perifer ini pun akomodatif. Misalnya, RPP ini tidak menetapkan berapa standar kadar tar dan nikotin yang diperkenankan. Artinya, klausal ini membebaskan rokok kretek dari tuntutan kadar ini, sehingga tuduhan mematikan rokok kretek itu (idak benar.

Selingkuh Parlemen

Selain itu. bahan tambahan yang dilarang RPP ini dikecualikan bagi bahan baku rokok kretek, termasuk cengkeh. Jadi, menurutnya, tidak benar jika petani cengkeh dirugikan akibat RPP ini. Kemudian, rokok putih diwajibkan 20 batang per bungkus, sementara kretek mendapat pengecualian.”Tetapi kami berharap semoga seperti kata Menteri Kesehatan yang dikutip media massa beberapa hari terakhirini, bahwa sebelum ayam ber-kokok pada 1 Januari 2013 RPP ini resmi menjadi PP.” ucapnya.Catatan akhir tahun Komnas Pengendalian Tembakau juga menyinggung masuknya RUU Pertembakauan yang menguak selingkuh parlemen dengan industri rokok di akhir tahun. Setelah memutuskan RUU Pengendalian Produk Tembakau Terhadap Kesehatan diendapkan pada IS Desember 20112, Badan Legislasi (Baleg) kembali membuat kejutan dengan mengusulkan RUU Pertembakauan masuk Prolegnas skala prioritas tahun 2012.

 

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, masuknya RUU Pertembakauan dalam Prolegnas adalah sebuah kemunduran. Patut dicurigai adanya malapraktik antara Baleg dan industri rokok. YLKI berencana melaporkan Kepala Baleg kepada Dewan Kehormatan DPR sebagai pelanggaran terhadap jabatan, karena memasukkan RUU yang belum ada naskah akademis dan drafnya.”Mengapa seorang Ketua Baleg memasukkan RUU yang belum memiliki naskah akademis dan drafnya. Ini akan membatalkan RPP Tembakau dan merontokan beberapa pasal tentang zat adiktif,” kata Tulus.

 

Tulus menambahkan, kevakuman regulasi (vacuum of regulation) yang terjadi saat i-ni menyebabkan konsumsi rokok terus meningkat, terutama perokok pemula, dan iklan rokok kian marak di mana-mana. Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 menunjukkan, epidemi rokoksekarang terjadi di Indonesia. Bahkan. Indonesia menjadi peringkat pertama dari 16 negara dengan tingkat prevalensi perokok aktif tertinggi, yakni 67,4% laki-laki dan 4,5% perempuan. Artinya, sekitar 36,1% atau 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan terbesar di negara Asia Tenggara.

Media Perang

Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (Sapta) Tubagus Haryo Karbyanto mengingatkan, yang perlu diwaspadai di tahun depan adalah pergerakan industri rokok membatalkan berbagai peraturan yang dirasa merugikan kepentingan mereka. Merefleksikan yang terjadi selama tahun 2012 ini, dengan peran grup melalui sejumlah organ, industri rokok aktif sekali membuat perlawanan, maka diperkirakan tahun depan mereka kembali menggunakan meja pengadilan sebagai media perang.”Akibatnya, peraturan pemerintah belum sempat diimplementasikan sudah kembali dipersoalkan. Tetapi semua itu dikembalikan kepada para hakim, apakah melihat pengendalian tembakau penting atau tidak,” katanya.Pakar Kesehatan Kartono Mohamad mengatakan, perjuangan melawan adiksi rokok untuk melindungi generasi yang akan datang di Indonesia memang sangat berat. Kalau di negara lain perjuangan seperti i-ni hanya menghadapi industri rokok, atau industri rokok dan pemerintah, di Indonesia perjuangan itu menghadapi secara serentak industri, pemerintah, dan parlemen. [D-131]

Print Friendly, PDF & Email
line